Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pekan lalu membentuk Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi. Luluk Sumiarso diangkat menjadi direktur jenderal yang pertama. Indonesia memang kaya akan energi terbarukan, seperti air, angin, matahari, dan tumbuh-tumbuhan. Amerika Serikat, Spanyol, Jerman, Timur Tengah, Australia, dan India adalah negara yang memasang instalasi panel surya berskala besar.
Setiap tahun, produksi panel surya makin banyak seiring dengan meningkatnya kesadaran orang akan pentingnya pemakaian energi terbarukan untuk mengurangi energi fosil yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global. Tahun ini, pasar dunia dari industri panel surya mencapai US$ 24 miliar.
Sejumlah negara umumnya memasang panel surya di wilayah yang berdekatan dengan gurun. Wilayah ini dianggap ideal karena paparan matahari sangat kuat serta tidak ada halangan pepohonan, satwa liar, dan lainnya. Sayangnya, tanah gurun menimbulkan masalah serius, yakni butiran debu yang menempel pada panel dan lama-kelamaan mengurangi panas yang dapat diserap.
Di sisi lain, wilayah gurun kesulitan mendapatkan air untuk membersihkan panel berdebu dengan air. Tim peneliti yang dipimpin Profesor Malay K. Mazumder mempunyai solusi jitu memecahkan masalah itu. Mereka menggunakan pembersihan otomatis yang merupakan pengembangan teknologi dari misi ke Mars. Pada 22 Agustus lalu, Mazumder dan rekan-rekannya dari NASA menyampaikan temuan itu dalam The 240th National Meeting of the American Chemical Society.
Teknologi ini melibatkan lapisan plastik transparan sebagai bahan elektrik sensitif yang menyelimuti panel surya. Sensor memantau tingkat endapan debu pada panel. Ketika tingkat debu terlalu tinggi, muatan listrik mengirim gelombang debu di atas permukaan material, mengangkat, dan membawanya pergi dari tepi panel surya.
Mazumder mengatakan, dalam waktu dua menit, proses menghilangkan sekitar 90 persen debu selesai dan hanya membutuhkan sejumlah kecil daya listrik untuk operasi pembersihan. "Teknologi kami dapat digunakan untuk sistem fotovoltaik skala besar dan kecil. Alat ini tidak memerlukan air dan memiliki gerakan mekanis," kata Mazumder.
Teknologi pembersihan diri melibatkan pengendapan yang transparan serta bahan elektrik sensitif yang disimpan pada kaca atau lembaran plastik transparan yang menyelimuti panel. Sensor memonitor kadar debu pada permukaan panel dan bahan energi ketika konsentrasi debu mencapai tingkat kritis. Muatan listrik mengirim gelombang debu di atas permukaan material mengangkat debu dan membawanya pergi dari ujung layar itu.
Menurut Mazumder, teknologi ini tidak butuh energi banyak dan bakal menghapus 90 persen debu dari atas panel surya. Teknologi sudah diuji pada Rovers, wahana antariksa NASA, yang dikirim ke Planet Mars, yang kondisi lingkungannya bergurun atau kering.
Debu memang jadi penyakit utama panel surya. Mazumder menjelaskan, lapisan debu 1/7 ons per meter per square yard menurunkan 40 persen tenaga surya. Dia berharap pasar akan tumbuh besar sehingga makin banyak negara yang menggunakan tenaga surya. Kini, sekitar 0,04 persen produksi energi global berasal dari tenaga surya.
Memang baru 4 persen wilayah gurun di dunia yang digunakan untuk memasang instalasi tenaga surya secara permanen. Dengan temuan baru tim peneliti pimpinan Mazumder, diharapkan terjadi kenaikan penggunaan tenaga surya.
0 Comments:
Posting Komentar